TUGAS ISB TENTANG NEGARA DAN WARGA NEGARA
Nama : KESSY ADELYA FITRI
NPM : 15114817
Kelas : 1KA06
1. PENGERTIAN
NEGARA DAN WARGA NEGARA
A.
Pengertian Negara
Negara berbeda dengan bangsa. Jika bangsa merujuk pada kelompok orang atau persekutuan hidup, sedangkan negara merujuk pada sebuah organisasi sekelompok orang yang berada di dalamnya. Istilah negara merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris, state; bahasa Belanda dan Jerman, staat, serta bahasa Prancis, etat. Kata-kata tersebut diambil dari bahasa Latin, status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak serta tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak serta tetap. Di Indonesia, istilah negara berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu nagari atau nagara yang berarti wilayah atau penguasa.
Secara terminologi, negara diartikan sebagai oraganisasi tertinggi di antara suatu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu hidup dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah negara yang menyaratkan adanya unsur dalam sebuah negara yaitu rakyat, wilayah, kedaulatan dan pengakuan dari negara lain.
Berikut ini pendapat beberapa pakar kenegaraan berikut ini tentang negara.
1. Aristoteles
Menurut Aristoteles, negara (polis) adalah suatu persekutuan dari keluarga dan desa untuk mencapai kehidupan yang sebaikbaiknya.
2. Mac Iver
Negara adalah persembatanan (penarikan) yang bertindak lewat hukum yang direalisasikan oleh pemerintah yang dilengkapi dengan kekuasaan untuk memaksa dalam satu kehidupan yang dibatasi secara teritorial mempertegak syaratsyarat lahir yang umum dari ketertiban sosial.
3. Logeman
Negara adalah organisasi kemasyarakatan yang dengan kekuasaannya bertujuan untuk mengatur dan mengurus masyarakat tertentu.
4. Ibnu Chaldun
Negara adalah masyarakat yang mempunyai wazi’ dan mulk (kewibawaan dan kekuasaan).
5.Max Weber
Negara adalah suatu masyarakat yang memonopoli penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah).
6.Bellefroid
Negara adalah suatu persekutuan hukum yang menempati suatu wilayah untuk selama-lamanya dan dilengkapi dengan suatu kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
7. Harold J. Laski
Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena memiliki wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat.
8.J.J. Rousseau
Negara adalah perserikatan dari rakyat bersama-sama yang melindungi dan mempertahankan hak masing-masing diri dan harta benda anggota-anggota yang tetap hidup dengan bebas merdeka.
9. Roger H. Soltau
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
Negara berbeda dengan bangsa. Jika bangsa merujuk pada kelompok orang atau persekutuan hidup, sedangkan negara merujuk pada sebuah organisasi sekelompok orang yang berada di dalamnya. Istilah negara merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris, state; bahasa Belanda dan Jerman, staat, serta bahasa Prancis, etat. Kata-kata tersebut diambil dari bahasa Latin, status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak serta tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak serta tetap. Di Indonesia, istilah negara berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu nagari atau nagara yang berarti wilayah atau penguasa.
Secara terminologi, negara diartikan sebagai oraganisasi tertinggi di antara suatu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu hidup dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah negara yang menyaratkan adanya unsur dalam sebuah negara yaitu rakyat, wilayah, kedaulatan dan pengakuan dari negara lain.
Berikut ini pendapat beberapa pakar kenegaraan berikut ini tentang negara.
1. Aristoteles
Menurut Aristoteles, negara (polis) adalah suatu persekutuan dari keluarga dan desa untuk mencapai kehidupan yang sebaikbaiknya.
2. Mac Iver
Negara adalah persembatanan (penarikan) yang bertindak lewat hukum yang direalisasikan oleh pemerintah yang dilengkapi dengan kekuasaan untuk memaksa dalam satu kehidupan yang dibatasi secara teritorial mempertegak syaratsyarat lahir yang umum dari ketertiban sosial.
3. Logeman
Negara adalah organisasi kemasyarakatan yang dengan kekuasaannya bertujuan untuk mengatur dan mengurus masyarakat tertentu.
4. Ibnu Chaldun
Negara adalah masyarakat yang mempunyai wazi’ dan mulk (kewibawaan dan kekuasaan).
5.Max Weber
Negara adalah suatu masyarakat yang memonopoli penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah).
6.Bellefroid
Negara adalah suatu persekutuan hukum yang menempati suatu wilayah untuk selama-lamanya dan dilengkapi dengan suatu kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
7. Harold J. Laski
Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena memiliki wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat.
8.J.J. Rousseau
Negara adalah perserikatan dari rakyat bersama-sama yang melindungi dan mempertahankan hak masing-masing diri dan harta benda anggota-anggota yang tetap hidup dengan bebas merdeka.
9. Roger H. Soltau
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
10.
Krannenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
B. Pengertian Warga Negara
a. Warga
Negara mengandung arti sebagai peserta,
anggota atau warga dari suatu Negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang
didirikan dengan kekuatan bersama atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk
kepentingan bersama. (Dede Rosyada, 2003)
b.
Warga Negara (citizenship) adalah anggota dari sebuah komunitas
yang membentuk Negara itu sendiri. (A.S. Hikam)
c. Warga
Negara adalah bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang
sebagai warga Negara (pasal 26 ayat (1) UUD 1945)
Pasal
26 ayat (1) UUD 1945 ini mengatur siapa saja yang termasuk warga Negara
Republik Indonesia. Pasal ini dengan tegas menyatakan bahwa yang menjadi warga
Negara adalah orang-orang bangsa Indonesia dan orang-orang bangsa lain, misalnya peranakan belanda,
tionghoa, Arab yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai
tanah airnya, bersikap setia kepada
Negara kesatuan republik Indonesia dan disahkan oleh undang-undang sebagai
warga Negara. Syarat-syarat menjadi warga Negara juga ditetapkan oleh
undang-undang ( pasal 26 ayat 2).
Setiap
warga Negara pasti memiliki hak dan kewajiban terhadap negaranya masing-masing.
Sebelum kita membahas tentang hak dan kewajiban warga Negara, kita harus
mengetahui terlebih dahulu apa yang
dimaksud apa yang dimaksud dengan hak dan wajib itu sendiri.
a. Pengetian
Hak :
Hak
adalah kuasa untuk menerima atau melakukan sesuatu yang semestinya diterima
atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihak lain
manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.
b. Pengertian
Wajib :
Wajib
adalah beban untuk memberikan atau membiarkan sesuatu yang semestinya dibiarkan
atau diberikan oleh pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihak lain
manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang
berkepentingan.
Secara mendasar, hak merupakan kodrat manusia yang
diberikan oleh tuhan sehingga siapapun tidak boleh mengganggunya dan hak
tersebut harus di lindungi oleh Negara. Walaupun demikian, batas-batasnya tetap harus ada dan
pembatasan ini harus ditetapkan oleh Negara sesuai dengan pandangan hidup,
tingkat kemajuan kebudayaan dan dasar Negara yang bersangkutan.
Setiap
Negara pada umumnya mencantumkan pasal hak dan kewajiban warga Negara dalam
undang-undang dan peraturan hukum lainnya sebagai syarat objektif dalam hidup
bermasyarakat dan bernegara.
2.
TEORI
TERBENTUKNYA NEGARA DAN WARGA NEGARA
A.
TEORI
TERBENTUKNYA NEGARA
Pendekatan faktual (primer),
berdasarkan kenyataan yang sungguh-sungguh terjadi (sudah menjadi
pengalaman sejarah).
1. Occupatie:
pendudukan suatu wilayah yang semula tidak bertuan oleh sekelompok manusia/
suatu bangsa yang kemudian mendirikan negara di wilayah tersebut. Contoh:
Liberia yang diduduki budak-budak Negro yang dimerdekakan pada tahun 1847.
2. Separatie:
Suatu wilayah yang semula merupakan bagian dari negara tertentu, kemudian
memisahkan diri dari negara induknya dan menyatakan kemerdekaan. Contoh: Belgia
pada tahun 1839 melepaskan diri dari Belanda.
3. Fusi:
beberapa negara melebur menjadi satu negara baru. Contoh: pembentukan Kerajaan
Jerman pada tahun 1871.
4. Inovatie:
Suatu negara pecah dan lenyap, kemudian di atas bekas wilayah negara itu timbul
negara(-negara) baru. Contoh: pada tahun 1832 Colombia pecah menjadi
negara-negara baru, yaitu Venezuela dan Colombia Baru (ingat pula negara-negara
baru pecahan dari Uni Sovyet!).
5. Cessie:
penyerahan suatu daerah kepada negara lain. Contoh: Sleeswijk diserahkan oleh
Austria kepada Prusia (Jerman).
6. Accessie:
bertambahnya tanah dari lumpur yang mengeras di kuala sungai (atau daratan yang
timbul dari dasar laut) dan menjadi wilayah yang dapat dihuni manusia sehingga
suatu ketika telah memenuhi unsur-unsur terbentuknya negara.
7. Anexatie:
penaklukan suatu wilayah yang memungkinkan pendirian suatu negara di wilayah
itu setelah 30 tahun tanpa reaksi yang memadai dari penduduk setempat.
8. Proklamasi:
pernyataan kemerdekaan yang dilakukan setelah keberhasilan merebut kembali
wilayah yang dijajah bangsa/ negara asing. Contoh: Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945.
Pendekatan teoritis (sekunder),
yaitu dengan menyoal tentang bagaimana asal mula terbentuknya negara melalui
metode filosofis tanpa mencari bukti-bukti sejarah tentang hal tersebut (karena
sulit dan bahkan tak mungkin), melainkan dengan dugaan-dugaan berdasarkan
pemikiran logis.
Teori Kenyataan
Timbulnya suatu negara merupakan soal
kenyataan. Apabila pada suatu ketika unsur-unsur negara (wilayah, rakyat,
pemerintah yang berdaulat) terpenuhi, maka pada saat itu pula negara itu
menjadi suatu kenyataan.
Teori Ketuhanan
Timbulnya negara itu adalah atas
kehendak Tuhan. Segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendak-Nya. Friederich
Julius Stahl (1802-1861) menyatakan bahwa negara tumbuh secara
berangsur-angsur melalui proses evolusi, mulai dari keluarga, menjadi bangsa
dan kemudian menjadi negara. “Negara bukan tumbuh disebabkan berkumpulnya
kekuatan dari luar, melainkan karena perkembangan dari dalam. Ia tidak tumbuh
disebabkan kehendak manusia, melainkan kehendak Tuhan,” katanya.
Demikian pada umumnya negara mengakui
bahwa selain merupakan hasil perjuangan atau revolusi, terbentuknya negara
adalah karunia atau kehendak Tuhan. Ciri negara yang menganut teori Ketuhanan
dapat dilihat pada UUD berbagai negara yang antara lain mencantumkan frasa:
“Berkat rahmat Tuhan …” atau “By the grace of God”. Doktrin tentang raja
yang bertahta atas kehendak Tuhan (divine right of king) bertahan hingga
abad XVII.
Teori Perjanjian Masyarakat
Teori ini disusun berdasarkan anggapan
bahwa sebelum ada negara, manusia hidup sendiri-sendiri dan berpindah-pindah.
Pada waktu itu belum ada masyarakat dan peraturan yang mengaturnya sehingga
kekacauan mudah terjadi di mana pun dan kapan pun. Tanpa peraturan, kehidupan
manusia tidak berbeda dengan cara hidup binatang buas, sebagaimana dilukiskan
oleh Thomas Hobbes: Homo homini lupus dan Bellum omnium contra
omnes. Teori Perjanjian Masyarakat diungkapkannya dalam buku Leviathan.
Ketakutan akan kehidupan berciri survival of the fittest itulah yang
menyadarkan manusia akan kebutuhannya: negara yang diperintah oleh seorang raja
yang dapat menghapus rasa takut.
Demikianlah akal sehat manusia telah
membimbing dambaan suatu kehidupan yang tertib dan tenteram. Maka, dibuatlah
perjanjian masyarakat (contract social). Perjanjian antarkelompok
manusia yang melahirkan negara dan perjanjian itu sendiri disebut pactum
unionis. Bersamaan dengan itu terjadi pula perjanjian yang disebut pactum
subiectionis, yaitu perjanjian antarkelompok manusia dengan penguasa yang
diangkat dalam pactum unionis. Isi pactum subiectionis adalah
pernyataan penyerahan hak-hak alami kepada penguasa dan berjanji akan taat
kepadanya.
Penganut teori Perjanjian Masyarakat
antara lain: Grotius (1583-1645), John Locke (1632-1704), Immanuel Kant
(1724-1804), Thomas Hobbes (1588-1679), J.J. Rousseau (1712-1778).
Ketika menyusun teorinya itu, Thomas
Hobbes berpihak kepada Raja Charles I yang sedang berseteru dengan Parlemen.
Teorinya itu kemudian digunakan untuk memperkuat kedudukan raja. Maka ia hanya
mengakui pactum subiectionis, yaitu pactum yang menyatakan
penyerahan seluruh haknya kepada penguasa dan hak yang sudah diserahkan itu tak
dapat diminta kembali. Sehubungan dengan itulah Thomas Hobbes menegaskan
idealnya bahwa negara seharusnya berbentuk kerajaan mutlak/ absolut.
John Locke
menyusun teori Perjanjian Masyarakat dalam bukunya Two Treaties on Civil Government
bersamaan dengan tumbuh kembangnya kaum borjuis (golongan menengah) yang
menghendaki perlindungan penguasa atas diri dan kepentingannya. Maka John Locke
mendalilkan bahwa dalam pactum subiectionis tidak semua hak manusia diserahkan
kepada raja. Seharusnya ada beberapa hak tertentu (yang diberikan alam) tetap
melekat padanya. Hak yang tidak diserahkan itu adalah hak azasi manusia yang
terdiri: hak hidup, hak kebebasan dan hak milik. Hak-hak itu harus dijamin raja
dalam UUD negara. Menurut John Locke, negara sebaiknya berbentuk kerajaan yang
berundang-undang dasar atau monarki konstitusional.
J.J. Rousseau
dalam bukunya Du Contract Social berpendapat bahwa setelah menerima
mandat dari rakyat, penguasa mengembalikan hak-hak rakyat dalam bentuk hak
warga negara (civil rights). Ia juga menyatakan bahwa negara yang
terbentuk oleh Perjanjian Masyarakat harus menjamin kebebasan dan persamaan.
Penguasa sekadar wakil rakyat, dibentuk berdasarkan kehendak rakyat (volonte
general). Maka, apabila tidak mampu menjamin kebebasan dan persamaan,
penguasa itu dapat diganti.
Mengenai kebenaran tentang terbentuknya
negara oleh Perjanjian Masyarakat itu, para penyusun teorinya sendiri berbeda
pendapat. Grotius menganggap bahwa Perjanjian Masyarakat adalah
kenyataan sejarah, sedangkan Hobbes, Locke, Kant, dan Rousseau menganggapnya
sekadar khayalan logis.
Teori Kekuasaan
Teori Kekuasaan menyatakan bahwa negara
terbentuk berdasarkan kekuasaan. Orang kuatlah yang pertama-tama mendirikan
negara, karena dengan kekuatannya itu ia berkuasa memaksakan kehendaknya
terhadap orang lain sebagaimana disindir oleh Kallikles dan Voltaire:
“Raja yang pertama adalah prajurit yang berhasil”.
Karl Marx berpandangan
bahwa negara timbul karena kekuasaan. Menurutnya, sebelum negara ada di dunia ini
telah terdapat masyarakat komunis purba. Buktinya pada masa itu belum dikenal
hak milik pribadi. Semua alat produksi menjadi milik seluruh masyarakat. Adanya
hak milik pribadi memecah masyarakat menjadi dua kelas yang bertentangan, yaitu
kelas masyarakat pemilik alat-alat produksi dan yang bukan pemilik. Kelas yang
pertama tidak merasa aman dengan kelebihan yang dimilikinya dalam bidang
ekonomi. Mereka memerlukan organisasi paksa yang disebut negara, untuk
mempertahankan pola produksi yang telah memberikan posisi istimewa kepada
mereka dan untuk melanggengkan pemilikan atas alat-alat produksi tersebut.
H.J. Laski
berpendapat bahwa negara berkewenangan mengatur tingkah laku manusia. Negara
menyusun sejumlah peraturan untuk memaksakan ketaatan kepada negara.
Leon Duguit
menyatakan bahwa seseorang dapat memaksakan kehendaknya terhadap orang lain
karena ia memiliki kelebihan atau keistimewaan dalam bentuk lahiriah (fisik),
kecerdasan, ekonomi dan agama.
Teori Hukum Alam
Para penganut teori hukum alam
menganggap adanya hukum yang berlaku abadi dan universal (tidak berubah,
berlaku di setiap waktu dan tempat). Hukum alam bukan buatan negara, melainkan
hukum yang berlaku menurut kehendak alam.
Penganut Teori Hukum Alam antara lain:
- Masa Purba: Plato (429-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM)
- Masa Abad Pertengahan: Augustinus (354-430) dan Thomas Aquino (1226-1234)
- Masa Renaissance: para penganut teori Perjanjian Masyarakat
Menurut Plato, asal mula
terjadinya negara adalah karena:
- adanya keinginan dan kebutuhan manusia yang beraneka ragam sehingga menyebabkan mereka harus bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup;
- manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa berhubungan dengan manusia lain dan harus menghasilkan segala sesuatu yang bisa melebihi kebutuhannya sendiri untuk dipertukarkan;
- mereka saling menukarkan hasil karya satu sama lain dan kemudian bergabung dengan sesamanya membentuk desa;
- hubungan kerja sama antardesa lambat laun menimbulkan masyarakat (negara kota).
Aristoteles
meneruskan pandangan Plato tentang asal mula terjadinya negara. Menurutnya,
berdasarkan kodratnya manusia harus berhubungan dengan manusia lain dalam
mempertahankan keberadaannya dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan itu pada
awalnya terjadi di dalam keluarga, kemudian berkembang menjadi suatu kelompok
yang agak besar. Kelompok-kelompok yang terbentuk dari keluarga-keluarga itu
kemudian bergabung dan membentuk desa. Dan kerja sama antardesa melahirkan
negara kecil (negara kota).
Maka, jika digambarkan, terbentuknya
negara menurut Aristoteles adalah sebagai berikut:
Augustinus
dan Thomas Aquino mendasarkan teori mereka pada ajaran agama. Augustinus
menganggap bahwa negara (kerajaan) yang ada di dunia ini adalah ciptaan iblis (Civitate
Diaboli), sedangkan Kerajaan Tuhan (Civitate Dei) berada di alam
akhirat. Gereja dianggap sebagai bayangan Civitate Dei yang akan mengarahkan
hukum buatan manusia kepada azas-azas Kristen yang abadi. Sedangkan Thomas
Aquino berpendapat bahwa negara merupakan lembaga alamiah yang lahir karena
kebutuhan sosial manusia. Negara adalah lembaga yang bertujuan menjamin
ketertiban dalam kehidupan masyarakat, penyelenggara kepentingan umum, dan
penjelmaan yang tidak sempurna dari kehendak masyarakatnya.
Teori Hukum Murni
Menurut Hans Kelsen, negara
adalah suatu kesatuan tata hukum yang bersifat memaksa. Setiap orang harus taat
dan tunduk. Kehendak negara adalah kehendak hukum. Negara identik dengan hukum.
Paul Laband
(1838-1918) dari Jerman memelopori aliran yang meneliti negara semata-mata dari
segi hukum. Pemikirannya diteruskan oleh Hans Kelsen (Austria) yang mendirikan
Mazhab Wina. Hans Kelsen mengemukakan pandangan yuridis yang sangat ekstrim:
menyamakan negara dengan tata hukum nasional (national legal order) dan
berpendapat bahwa problema negara harus diselesaikan dengan cara normatif. Ia
mengabaikan faktor sosiologis karena hal itu hanya akan mengaburkan analisis
yuridis. Hans Kelsen dikenal sebagai pejuang teori hukum murni (reine
rechtslehre), yaitu teori mengenai mengenai pembentukan dan perkembangan
hukum secara formal, terlepas dari isi material dan ideal norma-norma hukum
yang bersangkutan. Menurut dia, negara adalah suatu badan hukum (rechtspersoon,
juristic person), seperti halnya NV, CV, PT. Dalam definisi Hans Kelsen,
badan hukum adalah “sekelompok orang yang oleh hukum diperlakukan sebagai suatu
kesatuan, yaitu sebagai suatu person yang memiliki hak dan kewajiban.” (General
Theory of Law and State, 1961). Perbedaan antara negara sebagai badan hukum
dengan badan-badan hukum lain adalah bahwa negara merupakan badan badan hukum
tertinggi yang bersifat mengatur dan menertibkan.
Teori Modern
Teori modern menitikberatkan fakta dan
sudut pandangan tertentu untuk memeroleh kesimpulan tentang asal mula, hakikat
dan bentuk negara. Para tokoh Teori Modern adalah Prof.Mr. R. Kranenburg dan
Prof.Dr. J.H.A. Logemann.
Kranenburg
mengatakan bahwa pada hakikatnya negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang
diciptakan sekelompok manusia yang disebut bangsa. Sebaliknya, Logemann
mengatakan bahwa negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang menyatukan
kelompok manusia yang kemudian disebut bangsa. Perbedaan pandangan mereka
sesungguhnya terletak pada pengertian istilah bangsa. Kranenburg
menitikberatkan pengertian bangsa secara etnologis, sedangkan Logemann lebih
menekankan pengertian rakyat suatu negara dan memperhatikan hubungan
antarorganisasi kekuasaan dengan kelompok manusia di dalamnya.
Menurut Georg Jellinek pun,
terjadinya negara dapat dilihat secara primer dan sekunder dengan pembahasan
yang agak berbeda sebagai berikut:
a) Terjadinya negara secara
primer melalui empat tahap:
Persekutuan masyarakat (genootschap)
Tahap ini merupakan suatu masa ketika
masyarakat hidup dalam suatu kelompok dengan kedudukan yang sama. Mereka
bergabung dalam kelompok untuk kepentingan bersama dan didasarkan pada
persamaan. Untuk mengurus kepentingan mereka, dipilihlah seorang yang terkemuka
di antara mereka (primus inter pares) yang diberi wewenang memimpin
menurut adat istiadat.
Kerajaan (rijk)
Primus inter pares
dari suatu persekutuan lambat laun menguasai pula kelompok-kelompok lain
sebagai akibat dari kemenangannya dalam pertentangan antarkelompok. Berkat
kekuasaannya itu ia menjadi raja.
Negara (staat)
Pada masa kerajaan, sudah ada
pemerintah pusat, tetapi belum mampu mengurus dan mengendalikan pemerintah
daerah-daerah taklukannya. Karena itu raja kemudian bertindak sewenang-wenang
untuk menyebarkan kewibawaannya di seluruh daerah yang dikuasainya dan
menyatukan semuanya dalam suatu pemerintahan absolut. Kesatuan kewibawaan itu
melahirkan negara.
Negara demokrasi (democratische natie)
Negara demokrasi lahir sebagai reaksi
terhadap kekuasaan raja yang sewenang-wenang. Pada masa ini, rakyat yang
menyadari kedaulatannya bertindak merebut kekuasaan pemerintahan dari raja.
Untuk mencegah kembalinya kekuasaan absolut, rakyat membentuk undang-undang
yang menjamin hak-hak rakyat dan membatasi kekuasaan raja.
Diktatur
(dictatuur)
Diktatur adalah pemerintahan yang
dipimpin oleh seorang pilihan rakyat yang kemudian berkuasa secara mutlak.
Istilah Kranenburg untuk diktatur adalah autokrasi, sedangkan Otto
Koelreuter menyebutnya autoritaire fuhrerstaat.
Ada dua kelompok pendapat yang
berlainan tentang diktatur. Kelompok pertama berpendapat bahwa diktatur
merupakan perkembangan lebih lanjut dari negara demokrasi, sedangkan kelompok
lainnya menganggap diktatur sebagai variasi atau penyelewengan dari negara
demokrasi.
Diktatur dapat dibedakan menjadi empat
macam, yaitu:
- diktatur legal (legale dictatuur), yaitu suatu pemerintahan yang dipegang oleh seseorang dalam suatu masa tertentu untuk mengatasi keadaan bahaya yang mengancam negara;
- diktatur nyata (feitelijk dictatuur) atau diktatur ilegal yang terjadi dalam keadaan negara masih berstatus negara demokrasi;
- diktatur partai (party dictatuur), yaitu diktatur yang didukung oleh satu partai politik saja (misalnya: Partai Fascis di Italia pada masa Mussolini dan Partai Nazi di Jerman pada masa Hitler);
- diktatur proletar (proletare dictatuur), yaitu diktatur yang didukung oleh kaum proletar (buruh dan petani kecil). Dalam diktatur proletariat ini kekuasaan negara dipegang oleh sekelompok pemimpin Partai Komunis yang menganggap dirinya sebagai wakil dari golongan proletar.
b) Terjadinya negara secara
sekunder:
Terjadinya negara secara primer
membicarakan bagaimana kelompok atau persekutuan masyarakat yang sederhana
berkembang menjadi suatu negara. Sedangkan terjadinya negara secara sekunder
membicarakan bagaimana terbentuknya negara baru yang dihubungkan dengan
pengakuan dari negara lain.
Pengakuan dari negara lain dibedakan
menjadi dua macam, yaitu pengakuan de facto dan pengakuan de jure.
Pengakuan de facto adalah pengakuan menurut kenyataan bahwa di suatu
wilayah telah berdiri suatu negara. Pengakuan ini bersifat sementara karena
masih perlu dilakukan penelitian mengenai prosedur terjadinya negara tersebut
berdasarkan hukum yang berlaku. Pengakuan de facto dapat meningkat
menjadi pengakuan de jure (menurut hukum) setelah persyaratan hukum
berdirinya suatu negara baru dipenuhi. Pengakuan de jure yang bersifat
tetap dan seluas-luasnya biasa diberikan kepada negara baru setelah
pemerintahannya relatif stabil.
1) Teori Organis
Tokoh: Herbert Spencer, F.J.
Schmittenner, Constantin Frantz, dan Bluntschi.
Para penganut teori ini berpendapat
bahwa negara adalah suatu organisme, selayaknya makhluk hidup. Individu yang
menjadi komponen negara diibaratkan sebagai sel-sel makhluk hidup itu.
Fisiologi negara sama dengan makhluk hidup yang mengalami kelahiran,
pertumbuhan, perkembangan dan kematian.
2) Teori Anarkhis
3) Teori Mati Tuanya Negara
- Faktor Alam: suatu negara dapat lenyap secara alamiah, misalnya karena gunung meletus, tenggelamnya pulau atau bencana alam lain. Lenyapnya suatu wilayah berarti lenyapnya negara dari percaturan dunia.
- Faktor Sosial: suatu negara yang sudah diakui negara-negara lain suatu ketika dapat lenyap antara lain karena: terjadinya revolusi (kudeta yang berhasil), penaklukan, persetujuan, penggabungan
B.
TERBENTUKNYA
WARGA NEGARA
Warga Negara
Unsur
penting suatu Negara adalah rakyat atau warga Negara. Rakyat suatu Negara
adalah semua orang yang bertempat tinggal di dalam wilayah kekuasaan Negara
tersebut dan tunduk pada kekuasaannya. Rakyat juga diartikan sebagai kumpulan
manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persatuan dan bersama-sama mendiami
suatu wilayah tertentu.
Menurut
Kansil , orang orang yang berada dalam wilayah suatu Negara dibedakan menjadi :
a. Penduduk : Orang-orang yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan Negara tersebut
dan diperkenankan berdomisili dalam wilayah Negara itu.
1. Warga Negara : Penduduk yang
sepenuhnya dapat diatur oleh pemerintah Negara tersebut dan mengakui
pemerintahannya sendiri.
2. Orang Asing : Penduduk yang bukan
warga Negara
b. Bukan penduduk : Orang yang berada
dalam wilayah suatu Negara untuk sementara waktu dan tidak bermaksud bertempat
tinggal di wilayah Negara tersebut.
Asas Kewarganegaraan
Kriteria untuk menjadi warga Negara
yaitu :
1. Kriterium Kelahiran
a. Ius Sanguinis : Seseorang mendapatkan
kewarganegaraan suatu Negara berdasarkan asas kewarganegaraan orang tuanya, di
manapun dia dilahirkan.
b. Ius Soli : Seseorang mendapatkan
kewarganegaraannya berdasarkan negara tempat di mana dia dilahirkan, meskipun
orang tuanya bukan warga negra dari Negara tersebut.
Konflik yang terjadi antara Ius
Sanguinis dan Ius Soli akan menyebabkan terjadinya Kewarganegaraan rangkap
(Bipatride) atau tidak mempunyai kewarganegaraan sama sekali (A-patride).
Apabila terjadi konflik seperti itu, maka digunakan 2 stelsel kewarganegaraan,
yaitu :
a. Hak Opsi, yaitu hak untuk memilih
kewarganegaraan (Stelsel aktif).
b. Hak repudiasi, hak untuk menolak
kewarganegaraan (Stelsel pasif).
2. Naturalisasi : Suatu proses hokum
yang menyebabkan seseorang dengan syarat-syarat tertentu mempunyai
kewarganegaraan lain.
3. FUNGSI NEGARA DAN WARGA NEGARA
Fungsi-Fungsi Negara :
1. Mensejahterakan serta
memakmurkan rakyat
Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
2. Melaksanakan ketertiban
Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
3. Pertahanan dan keamanan
Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.
Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.
4. Menegakkan keadilan
Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.
Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.
FUNGSI
WARGA NEGARA
Warga
Negara
Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.
Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.
Komentar
Posting Komentar